watch sexy videos at nza-vids!
TERLACAK DARI SITUS INTERNET

Minggu cerah di Eschweiler, 30 Maret 2003. Tom bersama Sonya - adiknya -meninggalkan rumah mereka.Sehari sebelumnya, untuk pertama kalinya ia diperbolehkan bermain agak jauhbersama temannya, Sebastian. Bukan hanya agakjauh dari rumah dan kawasanInde, anak-anak itu pergi ke Schwarzer Berg, sebuah lereng pertambangan yangjaraknya kurang dari sekilometer dari rumah orangtua Tom di Patternhof.100"Di sana kami menemukan gua," cerita anak laki kecil itu. Ia merasa harus berbagi.Maka ia pun menunjukkan gua itu pada adiknya tersayang, Sonya.Tom (11) dan Sonya (9) diasuh orangtua mereka dengan penuh perhatian. Ibu danbapak mereka, Gudrun dan Uwe Spreeberg - seorang insinyur - sangatmemperhatikan keduanya. Salah satu bentuknya, bila Tom akan berlatih taekwondo,sang ibu mengantarnya dengan mobil sampai ke gedung olahraga. Padahal,jaraknya hanya 500 m dari rumah mereka.Telat pulangMinggu petang itu, untuk pertama kalinya, Sonya juga diizinkan keluar bermainbersama kakaknya. "Jangan lama-lama ya, setengah jam saja. Jadi, pukul setengahenam sudah pulang," begitulah si ibu mewanti-wanti anak-anak itu. Pukul 17.00keduanya menghambur keluar bersepatu karet.Namun, saat waktu yang disepakati tiba, mereka belumjuga pulang.Sekitar pukul 18.00, Gudrun dan Uwe mulai gelisah. Mereka menelepon temantemanbermain anak mereka. Namun, tak seorang pun melihat Tom dan Sonya.Pasangan suami-istri Spreeberg tak bisa lagi tinggal diam di rumah. Dengandibantusejumlah teman, mereka mencari ke segala pelosok Schwarzer Berg - lereng gunungseluas 15 hektar. Tom dan Sonya belum juga ditemukan.Maka, pukul 20.45 Gudrun dan Uwe melaporkan kepada polisi tentang hilangnyakedua anak mereka.Satuan pencari yang terlatih berdatangan. Polisi, pemadamkebakaran, dan bantuanteknis menelusuri setiap jengkal kawasan itu. Di wajahUwe tercermin sikap optimis.Anaknya pasti ditemukan, mengingat kian banyak tenaga bantuan penolong yangdatang.Namun, Uwe terpaksa menelan kekecewaan. Ketika
malam kian larut, mereka belumjuga dapat menemukan jejak kedua anaknya.Pukul 05.00 satuan petugas terpaksa menghentikan upaya pencarian yang tanpahasil itu.Tang bernomor"Lubang nyamuk" dekat Kota Zweifall merupakan bekas tempat penghancuranbebatuan. Tempat yang tidak terpakai di sebuah pertambangan itu terletak di tepihutan Huert, sekitar 12 km dari Eschweiler. Senin pagi, 31 Maret, di lahan parkirtempat ini seorang pejalan kaki menemukan sesuatu yang mengerikan. Sesosokmayat seorang anak lelaki.Kepala anak lelaki itu terbungkus kantung plastik. Jelas, anak itu disiksa sedemikiankejam. Hari berikutnya, setelah penyelidikan kriminologis, baru bisa dipastikan,identitas mayat anak itu.Benar, itu Tom.Setelah menyisir tempat itu, pakar kriminologi menemukantang dengan cetakannomor 637. Tang bernomor khusus bergagang merah itu dibuat dalam jumlah sedikituntuk tukang pembuat alat-alat mekanik. Ada dugaan, pemilik tang itulah si101pembunuh Tom. Kalau dugaanitu benar, tampaknya si pembunuh sangat ceroboh.Ia begitu saja meninggalkan barang bukti yang mudah dilacak di lokasi kejahatan.Atau, jangan-jangan itu dilakukan dengan sengaja untuk maksud tertentu?Entahlah.Yang pasti, di bagian kriminologi kepolisian Duesseldorf, tang itu diperiksa untukmencari jejak DNA.Pencarian terhadap adik Tomdilanjutkan. Gadis cilik itu kemungkinan masih hidup.Lima ratus polisi melacak semua kawasan hutan di sekitar Eschweiller. Anjing-anjingpelacak dilibatkan. Sejumlah organisasi bantuan ikut serta. Juga regu penolong dariordo Maltese di Eschweiller.Gemuruh pesawat terbang angkatan bersenjata Jerman melayang-layang di ataskawasan sekitar Eschweiller dengan kamera khusus jarakjauh. Pihak kepolisianmengambil sejumlah gambar, mencari tempat-tempat yang dicurigai. Lebih dari1.400 petunjuk dari penduduk diterima.Antara lain, berupa temuan tang dengan cetakan nomor 1083.Informasi lain, seorang pejalan kaki di Stolberg mengaku pernah melihat mobilkecilhitam, di dalamnya ada seorang anak sedang
memukul-mukul kaca mobil. Sipengem udi tidak tampak berupaya menghentikan mobildi jalan raya. Saksi mata itumasih ingat, mobil itu membunyikan klakson terus-menerus dengan ban mendecitdecit.Sangat menarik perhatian.Seminggu berlalu sejak hilangnya Tom dan Sonya. Hari itu Minggu yang dingin diKota Eifel. Ratusan kilometer jalan tol arah ke selatan Eschweiler di hutan BucherWald dekat Blankeheim, tergeletak sesosok tubuh manusia diikat plester. Wajahseorang gadis kecil yang semasa hidupnya menampakkan keceriaan. Para pejalankaki menemukan mayat itu sekitar pukul 14.00.Sejumlah pakar kriminologi kembali membutuhkan waktu seharian penuh untuk bisamemastikan, bahwa mayat itu memang Sonya. Bagai seonggok sampah, tubuhnyadibuang begitu saja di hutan. Polisi sama sekali tak menyebutkan, apakah gadis itutelah mengalami pelecehan seksual."Bagaimana gambaran kondisimayat itu?" tanya seorang reporter keras kepalakepada polisi di komisi pembunuhan."Pokoknya jangan membayangkan kondisi mayatyang lebih baik," saran polisiitusebagai jalan tengah.Delapan puluh orang bekerja di komisi pembunuhan di KotaZweifall untukmengungkap kasus ini. Tanggal 8 April para pakar dikantor kriminal setempat diDuesseldorf mendapatkan titik terang. Mereka memastikan menemukan tiga jejakDNA yang jelas pada tang yang ditemukan di dekat mayat Tom. DNA dari Sonya dandua pria. Ini di luar dugaan.Awalnya, polisi berpikir pelakunya satu orang sepertiumumnya terjadi padakejahatan seksual. Para penyelidik mengetahui, itu memang kejahatan seksual.Karena tak seorang pun bisadicurigai, polisi berniat melakukan penjaringan besarbesaran.Sebuah uji air liur dilakukan pada 2.000 pria di Eschweilleryang berusia102antara 20 - 40 tahun. Biasanya ini menjadi upaya terakhir polisi dalam memecahkankasus-kasus sulit.Dari internetTanggal 11 April, jenazah dua kakak beradik Keluarga Spreeberg dibawa kepemakaman Katolik di Eschweiller. Mungkin itulah upacara pemakaman terbesardalam sejarah kota kecil itu, karena hampir semua
penduduk kota menghadirinya.Lama sesudah upacara pemakaman selesai pun, parapengunjung pemakamantetap berdiri dan terus bercakap-cakap. Mereka tak habis mengerti, mengapa di kotakecil itu terjadi pembunuhan ganda terhadap anak-anak. Apalagi diduga, parapembunuhnya warga Eschweiler seperti mereka.Di antara dengung percakapan itu terdengar komentar marah salah seorang pelayat."Babi-babi jahanam itu harusdisembelih jadi empat bagian," ucap marah seorangpria kurus bertubuh sedang berusia awal tiga puluh, Markus Lewendel. Ucapan ituberulang kali ia katakan kepada hampir ke semua kenalannya. Ia memang tampakprihatin dengan kejadian menyedihkan itu. Tak heran bila ia hadir dalam setiaprangkaian upacara pemakaman Tom dan Sonya.Apa hubungan Markus dengan korban? Tidak ada. Ia hanya warga biasa yangpekerjaan sehari-harinya menjadi induk semang dan tukang bersih-bersih gedung. Iapun bukan warga masyarakatyang dianggap sukses. Mungkin ia mewakilikemarahan serupa dari warga Eschweiler.Titik terang mulai muncul. Petugas yang mengelola situskepolisian Kota Aachenmelihat suatu hal aneh. Ada seseorang yang telah sebanyak 36 kali mengunjungisitus tersebut. Rupanya, orang tersebut tak menyadari, bahwa siapa pun yangmencari situs di bagian pembunuhan itu akan dicatat. Siapa yang berulang kalimengeklik, akan ketahuan.Diincar polisiPria muda Markus Wirtz (28) mengendarai Fiat Punto, mobilkecil warna hitam,seperti terlihat oleh saksi mata di Stolberg. Sebagai ahlielektronika dan gemarmengutak-atik komputer, ia memerlukan jenis peralatan tang yang pernah ditemukandi dekat mayat Tom. Selain itu, wajah Markus cocok dengan gambar dari raut-rautpelaku yang telah dibuat gambarnya oleh kantor kriminal setempat. Pria berwajah takmencolok, ramah, berusia antara dua puluh lima sampai lima puluh tahun.Wirtz hidup sendiri di sebuahapartemen Souterrain di Jalan Nordstrasse diEschweiler. Ia tak mempunyai,dan memang tak pernah memiliki, teman wanita. Iabaru saja pindah dari rumah
orangtuanya. Ia memang anakmami. Setiap malamsepulang dari Bar Pflaumenbaum, ibunya sudah menanti dan menyiapkan rotimentega. Ibunya masih selalu mencucikan bajunya dan hampir tiap hari membuatmasakan untuk Wirtz.Pada saat yang sama, Markus Wirtz merasakan dorongan yang menggebu-gebuuntuk menjadi orang menonjol. Di Bar Pflaumenbaum, ia pernah bercerita tentangsejumlah wanita "yang pernah ditidurinya." Teman-temannya menertawai Wirtzkarena tahu ceritanya bohong belaka.Ia juga bercerita berapa banyak orang di organisasi ordo Maltese yang hidup merekasudah ia tolong. Sudah enam tahun ini Wirtz bertugas sebagai penolong di bagianbencana ordo Maltese. Bukandari panggilan hatinya yang dermawan, tapi lebihuntuk menghindari wajib militer.103Namun, tiap orang di bar tahu pula, bahwa jam-jam tugasnya di dinas kebersihandihabiskannya dengan nongkrong di bangku-bangkupertandingan sepakbolaantarkota dan pertemuan-pertemuan persiapan arak-arakan.Hanya sekali-sekali pria pendek itu menjadi orang terkemuka. Ketika organisasiJunge Union di Ewschweiler pada November 2002 tidak bisa menemukan seorangpengganti untuk jabatan ketua Wirtz yang anggota partai CDU, Partai KristenDemokratik, lantas memperkenalkan dirinya-sendiri. "Saya sanggup. Sayapantasmenjadi ketua." Jadi, Wirtz dipilih menjadi ketua, karena tiadanya calon-calon pilihanlain.Pada malam pemilihan ketua, wajah si anak bawang ini berseri-seri, matanyaberbinar-binar. Bagai tambahtinggi sepuluh sentimeter, pria bertubuh 1,65 m itumenjadi panutan bagi teman-teman separtainya. Bahkan, ketua bertubuh pendek itudiwawancarai koran lokal.Namun, kepeminpinan tidak berjalan mulus. Ia sering bertengkar dengan anggotaanggotamuda di Junge Union mengenai pengiriman bir dan harga karcis masukuntuk pesta Junge Union."Mereka tidak mau mendengarkan saya," keluhnya selalukepada para pendahulunya.Februari 2003, ia meletakkanjabatan karena putus asa."Karena urusan kerja danpribadi," kilahnya. Ia juga keluar dari CDU. Diduga, karena tak mampu ikut
mendukung arah politik ketuapartai CDU pusat, Angela Markel.Para penyelidik dari komisi pembunuhan segera bertindak ketika kecurigaan jatuhpada Markus Wirtz. Mereka tidak menemukan bujang lapuk itu di rumahnya, maupundi tempat kerjanya. Mobil Fiathitamnya pun tidak ada di garasi bawah tanah.Dengan surat perintah pemeriksaan, para petugas kepolisian masuk ke apartemenWirtz. Mereka menemukan sebuah tang yang sama dengan tang nomor 637.Sebuah analisis kilat yang dilakukan pihak kepolisian membuktikan, Markus Wirtzjuga pernah memiliki tang-tang yang digunakan untuk menyiksa si kecil Sonya.Di mana Wirtz? Pihak kepolisian menanyai para tetangganya. Salah seorangtetangga ingat, terakhir kali melihat Wirtz beberapa hari sebelum Paskah. Ia pergidengan mobilnya. Di sebelahnya duduk temannya,Markus Lewendel. Si induksemang yang melambaikan tangan, menampakkan wajah gembira.Suka berkaus oblongMarkus Lewendel (33) tinggal berhadap-hadapan pintu apartemen dengan Wirtz. Iahidup membujang, bahkan ia sama sekali tak pernah punya teman wanita. Iamemang sangat mirip dengan sosok pelaku seperti halnya Wirtz.Markus Lewendel berasal dari keluarga berantakan. Orangtuanya bercerai ketika iabaru berusia 3 tahun. Dengansaudara lelaki dan perempuannya, Markus tumbuh dirumah ibunya. Namun, ibunyatidak punya waktu untuk si kecil Markus. Tiap malamibunya menjadi pelayan di Bar Em Joldene Klomp, bar terjelek di Eschweiler.Kadang-kadang ia membawa tamu langganannya ke rumah.Kakaknya yang berusia 15 tahun lebih tua mencoba menggantikan peran ayah danibu bagi Markus, tapi tidak berhasil. Markus membawa nilai-nilai rapor yang jelek kerumah, pernah mendapat larangan keluar rumah, dan sering punya rasa takutterhadap orang asing.104Selulus SMU, Lewendel tidak berhasil mendapatkan pekerjaan. Ia jadi penganggur.Meski sempat bekerja beberapa bulan di sebuah dinas pertamanan, untukmengumpulkan sampah-sampah di taman-taman, pekerjaan itu ia tinggalkan.Lewendel juga mengelak dari wajib militer di angkatan
bersenjata Euskirchen.Selanjutnya ia menjadi tukang cat, lalu kembali menganggur. Kemudian, ia mencoba bekerja sebagai pembantu gudang.Pria muda itu tak pernah punya SIM, tetapi keinginannya muluk-muluk. Iainginmengendarai mobil sport. Dengan lamaran ke sebuah perusahaan Swis di koperdokumennya, ia pergi dari Eschweiler. Tentu saja lamaran si pengangguran takterdidik itu tak mendapat perhatian selayaknya. Harapannya kandas.Lewendel melupakan rasa putus asanya di Bar Pflaumenbaum di lorong jalanbersama Wirtz dan beberapaorang gagal dari Eschweiler. Lewendel merupakan priapemurung dan aneh.Kepada pelayan bar, ia bercerita mengenai tumor otak yang tumbuh sedemikiancepat dan tidak bisa dioperasi. Katanya, itu hasil diagnosis dokter spesialis di klinikKota Aachen. Ia selalu
mengeluh sakit kepala dan punya gangguan mata. Ia hanyaingin dilihat dengan topi baseball, orang-orang menduga itu upaya untuk menutupitumornya. Namun, tidak seorang pun tahu, dan peduli, apa sebenarnya penyakitLewendel.Status Lewendel yang paling dikenal adalah menjadi induk semang sebuahapartemen keluarga yang dibangun tahun 1990-an di Jalan Nordstrasse. Iamengurus mesin otomatis pencuci baju, menawarkan jasa untuk urusan tetekbengek. Selain itu, tidak ada informasi jelas mengenai pekerjaannya di luarNordstrasse.Sikapnya sering kali menjadi sedemikian keras. Terutama bila berurusan dengananak-anak tetangga, ia sering bertengkar. Mereka tidak boleh berisik dan membuangsampah sembarangan. Anak-anak juga tidak boleh bermain bola di lapangan rumputbelakang apartemen. Si Centeng - demikian julukannya - suka memakai kaus oblongpolisi warna hijau. Kepada seorang tetangga ia bercerita, dahulu pernah jadipolisi.Lewendel punya banyak waktu luang. Berjam-jam lamanya mengawasi anak-anakyang bermain langsung di belakang apartemennya di lapangan sekolah dasar.Kadang-kadang ia berdiri di depan jendela dengan sebuah teropong dan mengawasianak-anak kecil itu.Kemudian ia lebih banyak tertarik kepada para wanita penyewa apartemen. Listrik diapartemen seorang wanita muda ia putus. Ketika wanita itu hendak menyampaikankeluhannya ke Lawendel, ia diterima si tuan rumah dalam keadaan tanpa busana. Sipenyewa memprotes dan mengadukan kejadian itu kepada polisi sebagai pelecehanseksual. Lewendel berkilah,"Itu cuma bercanda. Saya takkan melakukannya lagi."Teman satu-satunya si induksemang adalah Markus Wirtz.Kedua pria itu senangduduk bersama di depan komputer dan bermain balap mobil, duduk-duduk di bangkutaman dan memandangi anak-anak saat bermain bola.Jadi, karena kecurigaan jugamengarah kepadanya, komisi urusan pembunuhan kotaZweifall mencari Lewendel di apartemennya, mengambili benda-benda yang bisadigunakan untuk pemeriksaan DNA. Ketika uji dengan jejak-jejak yang ditemukan di
mayat Tom juga sesuai, keraguan pun hilang.105Pengakuan dua Markus"Dicari! Markus Wirtz dan Markus Lewendel dari Eschweiler, karena dugaanpembunuhan bersama terhadap Tom dan Sonya."Hanya selang sehari, pada hari Kamis, mobil Fiat Punto hitam Wirtz bisa dikenali dijalan tol A2 di Swis antara Zurich dan Basel. Di kaca spion mobil bergelantungsepatu bayi putih. Polisi lalu menangkap kedua pria bernama depan sama itu.Kembali ke Aachen, di malam menjelang Jumat Sengsara kematian Yesus Kristus,Wirtz dan Lewendel mengaku telah membunuh kedua anak Spreeberg, secarabersama-sama. Banyak orang mencoreti tembok apartemen di Jalan Nordstrasse itudengan tulisan "Hanya kematian yang pantas bagi pembunuh-pembunuh Sonya danTom."Hari Jumat Agung di Eschweiler.Matahari pagi memancar di kawasan Inde. Sungai kecil mengalir di antara semaksemakrerumputan hijau melewati kawasan itu. Burung-burung merpati bersiul-siulandi dahan pepohonan di tepi sungai. Beberapa orang berjalan sambil menggiringanjing mereka. Penggemar joging mengitari lintasan.Pasangan suami-istri Spreeberg yang meninggalkan kediaman nyaman mereka diInde tak cocok dengan gambaran suasana pagi musim semi itu. Mengenakan bajuberkabung hitam, mereka menyusuri sepanjang sungai dengan wajah menampakkanrasa kehilangan dan bingung.Wajah mereka pucat dan mata sembap karenakebanyakan menangis.Di tepi sungai seberang, pemakaman St. Peter-Paul menjadi tempat peristirahatanterakhir anak-anak mereka, Sonya dan Tom. Dua tanda salib kayu berada di lautanbunga yang mulai melayu. Seorang wanita tua menyalakan lagi sinar-sinar abadi darililin-lilin yang padam. Semuanya lima puluh lilin."Musang berbulu domba," desahnya. Markus Wirtz, bersama teman-temannya dariorganisasi ordo Maltese, ikutmencari mayat anak-anak itu.Sedangkan MarkusLewendel, dapat dengan tenang menghadiri pemakaman sambil mengeluarkansumpah serapah.Para penegak hukum tidak mengeluarkan rincian mengenai jalannya pemeriksaandan hasilnya tentang kejahatan yang ternyata
telah direncanakan tiga minggusebelum kejadian. Semuanya itu mempertimbangkan perasaan orangtua anak-anakitu. Bahkan para psikolog, yang dimintai komentar dan diagnosis kilat, memilihbungkam seribu basa. Apakah Tom dan Sonya disiksa dan dibunuh karena nafsusadis?"Semoga saja peristiwa sadisini tak terjadi lagi," ujar seorang pria pensiunan, yangbersepeda melewati pemakaman itu.Kisah nyata/Stern/Marina