Sore itu, 31 Maret 1963, angin bertiup pelan. Semilirnya menyejukkan badan.Seorang anak laki-laki berusia empat tahun, Murakoshi Yoshinobu, tampak asyikbermain di sebuah taman yang terletak tak jauh dari rumahnya, di Taito Ward, Tokyo,Jepang. Keasyikan seorang bocah, yang tak menyadari, nun jauh di sana, sepasangmata mengawasi, menanti kesempatan untuk merenggutkeceriaan masa kecilnya.Murakoshi sudah biasa bermain di taman yang memang disediakan untuk wargasekitar. Sebuah taman kecil yang berhimpitan dengan blok-blok rumah warga, tokotoko,dan gedung-gedung beton. Saking seringnya bermain di taman itu, apalagibiasanya ditemani anak-anaktetangga, membuat orangtua Murakoshi merasa aman,sehingga menganggap tak perlu lagi mengawasi anaknya.Makanya, sang ayah, Yoshinobu, kontraktor berusia 34 tahun, tak pernahtahu kalausaat itu, anaknya tiba-tiba dihampiri orang tak dikenal. Yoshinobu juga tak tahu,orang asing itu bahkan sempat mengajak Murokoshi bercakap-cakap, bercandasebentar, berjalan-jalan di sekitar taman, sebelum akhirnya raib entah ke mana.Bujukan macam apa yang dikeluarkan si orang asing, sehingga Murakoshi menurutsaja diajak pergi menjauhi tempat tinggalnya?Orangtua Murakoshi baru sadar, sesuatu yang kurang beres terjadi pada anaknya,ketika sampai menjelang jam enam malam, putra pertama mereka itu tak kunjungpulang. Padahal biasanya, Murakoshi selalu pulang jauhsebelum pukul 18.00 tiba,dengan perut lapar tentunya.Dibantu para kerabat dan tetangga, Yoshinobomencoba menemukan Murakoshi dengan menyisir daerah sekitar taman. Namun,hasilnya nihil.Bingung dan khawatir, pada pukul 19.00, mereka akhirnyamendatangi kantor polisiterdekat, persisnya kantor polisi Higashi Iriya, Tokyo. Mereka melaporkan hilangnyaMurakoshi. Begitu sarat emosi, istri Yoshinobu, Toyoko, ibu muda yang baru berusia28 tahun, bercerita kepada polisi yang mencatat laporannya. "Taman tempat diabermain itu letaknya di seberang jalan, Pak, persis di depan rumah kami. Selama ini saya tak pernah khawatir ia bermain di sana. Karena memang tak pernah adakejadian apa-apa," Toyoko meradang.Polisi terpaksa harus menenangkan Toyoko. Yah, untuk sementara, memang hanyaitu yang bisa mereka lakukan. Karena mereka belum bisa memastikan, kasus apayang sebenarnya tengah mereka hadapi. Apakah pembunuhan, penculikan, atau sianak sekadar mampir ke rumah temannya? "Mudah-mudahan bukan penculikan,"timpal seorang petugas jaga kepada rekan detektifnya.Semoga bukan penculikan. Sebab, dari 171 kasus pembekapan bocah bermotif uangtebusan yang dilaporkan di Jepang, pada tahun 1945 - 1993, 31 korbannya tewasdibunuh penculiknya. Statistikyang tentu saja membuat kecut hati para orangtua!Titik terang KikuoUntuk memperjelas persoalan, polisi segera bergerak cepat. Setelah menanyaisejumlah saksi mata, yaitu para tetangga dan teman-teman Murakoshi, polisimendapat informasi, si anak hilang itu terakhir kali terlihatbermain dengan Kikuo,temannya yang berusia lebih tua. Tanpa membuang waktu, sejumlah detektifmengejar keterangan Kikuo di rumahnya. Jawaban Kikuo sedikit memberi titik terang.107"Memang benar. Tadinya kamibermain bersama. Tapi kemudian, ketika kamisedang mengisi pistol air Murakoshi, datang seorang laki-laki. Orang itu mengajakngobrol Murakoshi. Karena sudah ada yang menemani, saya lalu meninggalkanmereka berdua," jawab Kikuolancar."Kamu sempat mendengar pembicaraan mereka?" tanya seorang detektif."Pria itu menegur duluan. Mereka ngobrol soal pistol-pistolan yang dipegangMurokoshi.""Hanya itu?""Hanya itu yang saya tahu, karena saya langsung pergi," Kikuo mengangguk.Polisi juga menanyai ciri-ciri pria asing yang membawa pergi Murakoshi. MenurutKikuo, si pria masih muda, tingginya sekitar 160cm dan memakai jas parasut warnaabu-abu. Hanya sampai di situ keterangan yang dapat dikorek polisi dari anak lakilakiyang tadinya diharapkan menjadi saksi kunci. Belakangan, ternyata masih adalagi satu ciri fisik penting si pria asing yang luput dari perhatian Kikuo. Lelaki pembawa lari Murokashi itu ternyata berkaki pincang.Polisi juga mulai mencari motif, karena tampaknya kasus ini mengarah padapenculikan. Seorang detektif datang ke rumah Yoshinobu, menanyakan apakahpengusaha muda itu punya masalah di kantor. Baik dengan sesama teman kerjamaupun rekan bisnis di luar perusahaan. Namun, sejauh ini belum ada nama yangdianggap pantas masuk daftar orang-orang yang dicurigai.Agar pencarian berjalan efektif, polisi menyebarkan ciri-ciri Murakoshi, terutama saatterakhir kali meninggalkan rumah. Tingginya sekitar satu meter, dengan rambutdipotong pendek layaknya anak-anak kecil di Jepang saat itu. Di saat-saatterakhirnya, ia memakai sweater hitam, kaus oblong, dan celana panjang kuningsetrip hitam-abu-abu, kaus kaki biru tua, dan sepatu hitam.Berdasarkan data, fakta, danlaporan yang masuk, dugaan polisi masih belumberubah: kasus hilangnya Murakoshi kemungkinan besar penculikan. Namun, polisibelum berani menyimpulkan secara resmi. Mereka terus menunggu kontak daripenculiknya.Lolos jebakan polisiSetelah beberapa hari tak ditemukan, kasus Murokashi tak lagi menjadi milik polisidan warga sekitar. Sejumlah media cetak terbitan Tokyo ikut mengekspos kisahhilangnya bocah yang dikenalselalu ceria itu. Sejak pemberitaan gencar itu, seluruhTokyo bak larut dalam lautanduka mendalam yang menimpakeluarga besarYoshinobu.Tanggal 3 April 1963, Maruyama Tasaku, ketua Asosiasi Pengacara Jepang, bahkansecara resmi menyampaikan permintaan pada penculik, agar tak melanjutkan aksikejinya. Seorang pejabat polisi, saat ditanya wartawan, juga menjanjikan"perlakuankhusus", jika penculik Murakoshi bersedia menyerahkan diri. Selain mereka berdua,masih banyak lagi "orang penting" yang ikut berbicara di media, mengimbaupembebasan Murakoshi.Esok harinya, poster Murakoshi mulai dicetak secara besar-besaran dan disebarkanke seantero kota. Pihak keluarga berharap, gencarnya pemberitaan dan banyaknyaposter yang disebarkan membuat hati si penculik (jikamemang benar Murakoshi 108diculik) luluh, sehingga tak melanjutkan niat jahatnya. Kadang, cara seperti ini lebihefektif ketimbang memburu langsung si penculik.Contoh keberhasilannya sudah ada. Beberapa bulan sebelumnya, pemberitaanmeluas di media massa seperti ini pernah terjadi pada kasus penculikan terhadapseorang anak perempuan. Bertubi-tubinya "hantaman" media massa, tampaknyamembuat si penculik stres, sehingga memutuskan"menyerah". Ia meninggalkankorbannya tak jauh dari sebuah stasiun rel bawah tanah Shinjuku.Begitu juga dengan kasus pembekapan dengan tebusanKim Min Soo, seorangbocah asal Korea Selatan di Chiba. Setelah diberitakan secara luas, kasuspenculikan itu akhirnya berujung damai. Si bocah punkembali ke pangkuanorangtuanya dengan selamat,setelah sempat dibekap selama dua bulan.Apakah taktik serupa mempan untuk menekuk penculik Murokashi? Tentu sajawaktu yang akan membuktikan. Namun, setidaknya, ramainya pembicaraan tentangnasib bocah yang tengah menjadi "anak kesayangan" Tokyo itu membuatpenculiknya tahu alamat dan nomor telepon keluarga korban. Alhasil, tanggal 6 April,telepon di rumah orangtua Murakoshi - yang telah lama disadap polisi - berdering.Untuk pertama kalinya sejak dilaporkan raib, penculik Murakoshi menelepon, danseperti diduga sebelumnya, meminta uang tebusan. Buat polisi, dering telepon itusekaligus memastikan, mereka memang benar-benarberhadapan dengan penculikbocah. Salah satu pelaku tindak kriminal yang paling mereka benci. Orang dewasayang memanfaatkan ketidak-berdayaan bocah-bocah tak berdosa."Anda benar-benar akan membawa uangnya, 'kan?" bunyi suara di seberang sana."Tentu, tentu, saya akan bawa uangnya," Yoshinobu agak gugup."Tapi ingat, tidak ada orang lain. Anda harus sendirian.""Tidak masalah. Saya akan datang sendirian. Di mana harus diserahkan?" "Apa?""Uangnya. Di mana harus saya serahkan?" ulang Yoshinobu"Datanglah ke Jln. Showa Dori. Di ujung jalan, Anda akan melihat Sunagawa MotorCompany.""Maksud Anda, Shinagawa Motor?""Ya, betul. Shinagawa. Ada lima truk yang diparkir di sana. Letakkan uangnya di tr ukketiga dari depan. Sekali lagi saya ingatkan, sebaiknya Anda datang sendirian. Kalautidak ...," si penculik mengancam."Bagaimana kalau saya ditemani seorang anggota keluarga?""Mmmm.""Dia akan jadi sopir saya. Bagaimana?""Mmmmm.""Boleh 'kan?"109"Okelah. Sampai nanti."Menyadari pentingnya"transaksi" yang akan dilakukan, polisi langsung melakukanpersiapan. Mereka menempatkan lusinan detektifberbaju preman di sekitar titikpertemuan. Sayangnya, meskipun rencana penyergapan yang mempertaruhkannyawa bocah tak berdosa itu dipersiapkan dengan matang,hasilnya ternyatamengecewakan. Keteledoran kecil yang dilakukan kerabat sekaligus sopir Yoshinobuberdampak sangat besar. Pelaku penculikan lolos begitu saja dari jebakan polisi.Sopir Yoshinobu salah memahami kode lambaian tangan yang dilakukan seorangperwira polisi. Tanda itu dianggapnya sebagai isyarat agar mengambil rute terdekatdan segera menyerahkan uang tebusan yang telah disiapkan, sesuai petunjukpenculik. Akibatnya, polisi di lapangan tak lagi terkoordinasi, mereka bahkan barusampai ke titik penyerahan uang tiga menit setelah tebusan ditaruh. Polisi mencobamenyisir lokasi kejadian, tapiterlambat, karena si penculik dan uang tebusan Yen500.000 telah kabur entah kemana.Kegagalan tadi jelas berimplikasi besar. Si penculik menjadi orang yang benar-benar"beruntung". Uang didapat, sandera tetap di tangan. Takada yang bisamemperkirakan, bagaimana nasib bocah itu kini. Murakoshi yang malang, dia bisasaja kembali, tapi bisa juga tak akan pernah terlihat lagi.Gagal berulang tahunSejak gagalnya "transaksi" penyelamatan Murakoshi, makin banyak pihak yangmengkhawatirkan nasib anak tak berdosa itu. Logikanya, jika si penculik sudahmendapatkan semua yang diminta, buat apa lagi menyimpan sandera? Bukankahkeberadaan si bocah justru menjadi beban yang sangat merepotkan? Hanya ada duapilihan yang dimiliki si penculik, melepaskan sandera atau membunuhnya. Nah,kemungkinan kedua inilah yang ditakutkan warga kota.Di stasiun-stasiun kereta apibawah tanah, para kepala stasiun berinisiatifmengumandangkan himbauan agar si penculik membebaskan Murakoshi. Himbauanyang disampaikan secara berkala itu menunjukkan keprihatinan mendalammasyarakat Tokyo atas raibnya Murakoshi. Berbagai tulisan tentang ibu kandungMurakoshi, Toyoko, yang dicetak sejumlah media tulis, terasa menyentuh. Dalamtulisan itu diceritakan, betapaToyoko tak pernah bisa benar-benar tidur, sejakanaknya diculik."Saya berharap, Murakoshi dibebaskan sebelum ulang tahunnya yang kelima, 17April nanti. Saya juga ingin membawanya ke festival anak, tanggal 5 Mei. Setiaptahun kami sekeluarga selaluke sana," harap Toyoko, seperti dilansir sejumlahmedia cetak. Namun, permintaan Toyoko tampaknya hanya akan menjadi sekadarpermintaan. Terbukti, sampai hari ulang tahunnya tiba, bahkan sampai festival anakselesai dilaksanakan, Murakoshi tak juga kembali ke rumah.Di luar stasiun kereta api serta rumah keluarga, kerabat, dan tetangga, imbauan dangerakan moral menuntut Murokashi dibebaskan pun makin sering terdengar.Berbagai LSM mendesak penculik agar tak menjadikanbocah tak berdosa sebagaitameng kehajatannya. Para politisi pun tak mau kalah, ikut bersuara. Total jenderal,tak kurang dari 700 ribu orang menjadi sukarelawan, sebagian besar bergeraksecara tak resmi, membantu polisi mencari Murakoshi.Namun, hari berlalu, bulan berganti, tahun pun bergulir, jejak si penculik masih jugamisterius. Untuk mengatasi kebuntuan, polisi bahkan memperbanyak danmenyebarkan rekaman percakapan telepon antara sipenculik dengan orangtua110korban, ke stasiun-stasiun radio dan televisi. Rekaman itu menjadi bahanperbincangan menarik di media massa.Tujuan polisi, agar khalayak - berbekal kaset rekaman tadi - ikut memberi penilaianatau informasi yang langsungmengarah pada pelaku, mendapat sambutan luarbiasa. Menurut para ahli bahasa, dialek si penculik menunjukkan dia berasal dariTohuku, sebuah daerah di utara Jepang. Dari rekaman suara itu terungkap pula,pelaku kerap menggunakan istilah-istilah yang berhubun gan dengan dunia militer.Pelaku diperkirakan berusia sekitar 40-an tahun, bisa juga lebih.Selain komentar, banyak jugatelepon masuk ke kantor polisi, rata-rata menyatakan"sepertinya mengenal" orangyang suaranya mirip dengan suara penculik di kasetrekaman. Namun, setelah diselidiki lebih jauh, polisi belum atau tidak menemukanbukti-bukti keterlibatan orang-orang yang dilaporkansebagai pemilik suara mirippenculik Murakoshi itu.Toh aparat penegak hukum tak pernah putus asa. Penyelidikan terus bergulir.Sampai akhirnya, tahun 1964,seiring peresmian kereta api cepat Shinkansen danstatus Tokyo sebagai tuan rumah olimpiade, perhatian warga terhadap kasusMurakoshi mulai terpecah. Sepertinya, sulit buat polisi menemukan jalan keluarkasus ini. Bahkan hidup-mati Murokashi pun tak diketahui.Kirim rekaman ke AmerikaAjaibnya, justru ketika hampir semua orang sudah melupakan tragedi yang menimpaanak kesayangan Yoshinobu,persisnya Juni 1965, dua tahun tiga bulan setelahkasus penculikan Murokashi pertama kali dilaporkan, polisi mengumumkankeberhasilannya menemukan jejak tersangka penculikan. Hasil penyelidikan yangmelibatkan 30 ribu polisi dan 13 ribu calon tersangka itu, menurut aparat penegakhukum, mulai mengerucut pada sebuah nama, Kohara Tamotsu.Pria 29 tahun, yang sudah beberapa kali keluar-masuk penjara (termasuk tahun1956, ketika dia ditahan karena pencurian, data yang dijadikan dasar penelusuranpolisi) terakhir melakoni pekerjaan sebagai tukang servis jam tangan. Anak petanimiskin yang memiliki 10 saudara itu, terserang penyakit tulang ketika duduk di kelas5 SD, sehingga satu kakinya tak dapat berjalan normal. Umur 15, dia belajar teknikservis jam di Ishikawa, kota kecil tak jauh dari kampung halamannya.Bosan tinggal di kampung, Kohara mengadu nasib di belantara Tokyo ketikamenginjak usia 27 tahun. Dia mendapat pekerjaan sebagai tukang servis di sebuahtoko jam, dengan gaji Yen 24.000 per bulan. Gaji yang sebenarnya lumayan, tapibuat Kohara, uang sebesar itu tak sebanding dengan kebutuhan hidupnya di kotasebesar Tokyo.Tak heran, dia meninggalkan banyak utang di mana-mana. Utang itu makin lamamakin menumpuk, sehingga kadang harus dilunasinya dengan melakukan tindakkejahatan. Sebelum terlibat kasus penculikan Murakoshi, setidaknya Kohara telahlima kali ditangkap aparat kepolisian, dua kali di antaranya membuat penjahatkambuhan ini masuk bui.Polisi yakin, Kohara yang berasal dari utara Jepang (dialeknya cocok dengan dialekpenculik hasil rekaman polisi)adalah pelaku sejati penculikan Murakoshi. Untuk lebihmeyakinkan, polisi Jepang mengirim dua sampel rekamansuara ke Amerika Serikatuntuk diperbandingkan. Sampel pertama berisi rekaman suara Kohara palingakhir sedangkan sampel kedua, berisi rekaman suara penculik saat meminta uangtebusan di telepon beberapa tahun lalu.111Hasilnya, pas bin cocok. Dua suara yang diperbandingkan disimpulkan berasal darisatu sumber. Namun, meski telah didukung oleh bukti ilmupengetahuan, polisi tetapmengharapkan pengakuan Kohara. Di Jepang pengakuantersangka tetap menjadidasar paling kuat untuk menjebloskan seseorang ke penjara. Apalagi jikatuduhannya tindak pidana berat. Sialnya, dari hari ke hari, sikap Kohara justru makinmenyebalkan. Dia kerap berpolah tidak kooperatif. Bahkan Kohara bersikukuh takpernah melakukan penculikanseperti yang dituduhkan kepadanya. "Saat kejadian ituberlangsung, saya sedang ada di rumah," jawabnya mantap, meski alibinya itu takdidukung saksi mata. Untuk ukuran seorang penjahat, Kohara tergolong cerdas,walaupun kecerdasannya itu tampak nyata, lebih sering dimanfaatkan untuk menipudan berbuat tidak jujur.Guna membungkam kebandelan Kohara, polisi akhirnya merencanakan interogasimaraton, antara tanggal 3 Juli dan 4 juli 1965. Kohara didesak dengan berbagaipertanyaan, disajikan berbagai fakta, termasuk uutang-utangnya yang langsunglunas pasca penculikan Murakoshi, atau alibinya yang dengan mudah dipatahkankarena tak didukung saksi mata. Kerja keras polisi akhirnya berbuah manis.Dalam rasa lelahnya, Kohara mengaku. Dia mengaku menculik Murokashi seorangdiri, tanpa bantuan orang lain. Motifnya semata demi uang, lantaran terbelit utangyang menggunung. Ketika melihat Murakoshi di sebuah taman kecil, niat jahatlangsung terbersit di hati Kohara. Setan membisikinya untuk membujuk bocah yangsedang bermain pistol air itu,mengajak ngobrol, lalu jalan-jalan menjauhi kawasantempat tinggal Murakoshi.Sekitar pukul 22.00 waktu setempat, mereka sampai di Kuil Entsuji, Minami Senju,Arakawa Ward, Tokyo. Namun, Kohara sebal, karenadi perjalanan, Murakoshi terusmenerusmerengek minta pulang. Karena tidak ingin mengundang perhatian orangbanyak, Kohara memutuskan membungkam mulut Murakoshi, selamanya. Buah hatiYoshinobu itu dicekik sampai meninggal, di sebuah tempat sepi di lingkungan kuil.Mayatnya sempat disembunyikan di gudang, sebelum akhirnya dikuburkandipekuburan belakang kuil.Berdasarkan pengakuan Kohara, dini hari itu juga polisi langsung mengecekpekuburan di belakang Kuil Ensutji. Benar saja, mereka menemukan sisa tulangbelulang Murakoshi, tak jauh dari batu nisan bertuliskan"Ikeda". Orangtua korbanyang diberi tahu soal penemuan mayat anaknya tampak sangat terpukul. Tak lamakemudian, mereka mendatangi lokasi penemuan mayat. Harapan menjumpaiMurakoshi dalam keadaan hidup pupus sudah."Ini benar sepatu Murakoshi?" tanya seorang polisi, di lokasi penggalian."Ya. Celananya juga," papar sang ayah pelan.Setelah itu, suasana berubahhening. Tak ada kata-kata yang sanggup melukiskankepedihan hati orangtua Murakoshi, polisi yang bertahun-tahun menyelidiki kasus ini,dan banyak orang yang masih menginginkan Murakoshi dapat kembali bermaindengan teman-teman sebayanya. Yang terdengar hanya bunyi denting pacul danperalatan lain untuk menggali, saat terbentur batu-batu kerikil.Kepedihan itu sedikit terobatiketika pada 1967, pengadilanmemutuskan Koharasangat layak dijatuhi hukuman mati. Di usia 38 tahun, tepatnya tanggal 23 Desember1971, hidup Kohara berakhir di tiang gantungan di Kosuge,Tokyo.112Satu hal yang menarik, Kohara ternyata mendapat ide untuk melakukan penculikanMurakoshi, ketika sedang menonton film di gedung bioskop. Ceritanya, 11 harisebelum beraksi, ia berniat refereshing, menonton sebuah film yang baru saja dirilis,judulnya High and Low, dibintangi Mifune Toshiro. Entah disengaja, entah kebetulansemata, cerita film itu ternyata berputar-putar soalpenculikan bocah!(Kisah nyata/Mark Schreiber/Icul)