watch sexy videos at nza-vids!
CINCIN BERLIAN MEMECAH KEBUNTUAN

Hari sudah beranjak siang, tapi lampu teras sebuah rumah di Jln. Mawar Jingga itumasih menyala. Pintu dan jendela ruang utama pun tertutup rapat. "Bukankah diaada job hari Minggu ini!" kataSuwarto dalam hati. "Apa ketiduran ya?""Mas, bangun, Mas, sudah siang!" untuk kesekian kalinya Suwarto, sopir seorangperancang busana terkenal itu berteriak memanggil si empunya rumah. Tapi tetapsaja tak ada jawaban. Dia mencoba mengintip lewat lubang kunci, tapipandangannya terhalang anak kunci yang menempel di tempatnya. Penasaran,Suwarto menyusuri samping rumah. Didapatinya daun jendela kaca ruang tamusudah renggang dan tak terkunci.68Perasaan Suwarto makin tak enak. Dia nekat masuk ke ruang tamu lewat jendela itu.Ruang berkarpet biru itu gelap. Sreeek, sopir tua itu menyibakkan gorden jendeladan .... Suwarto nyaris menjerit melihat sesosok tubuh tertelungkup tak bergerak dilantai. Kondisi ruangan itu tampak berantakan. Meja tamu terbalik, pecahan kacabertebaran di mana-mana. Vas kristal dan sejumlah pajangan pecah belah hancurberkeping-keping.Cukup lama Suwarto terdiam, tak tahu harus berbuat apa, sebelum akhirnyamengabarkan kejadian yang baru dilihatnya itu kepada majikannya, Priyo Harsono, siperancang terkenal itu. Sosok itu ternyata tubuh Irvan, seorang model yang sedangnaik daun.Jejak di bawah jendelaSejam kemudian Iptu Yudha Prawira beserta anak buahnya tiba di tempat kejadianperkara. Disusul sejumlah paramedis pimpinan dr. AswinChaniago, ahli forensik.Mereka langsung meneliti korban dan memeriksa tempat kejadian. Saat ditemukan,korban masih berpakaian lengkap, berbaju tangan panjang kotak-kotak yangdigulung sebatas siku, dipadukan dengan celana jinsdan sepatu kulit merek terkenal.Sepertinya Irvan baru pulangdari bepergian."Melihat kondisi tubuh korbanyang kaku dan darahnya mulai mengering, sayaperkirakan dia meninggal sebelum tengah malam. Tengkorak belakangnya pecah,"kata dr. Aswin kepada Iptu Yudha Prawira.Tampak darah mengalir dari
kepala hingga ke telinga dan pipi kiri korban,menggenangi karpet. Sebagian sudah membeku. Darah itu berasal dari kepalabagian belakang sebelah kiri.Pada tulang tengkoraknya terdapat lubang berbentuksegitiga sedalam 3 cm.Mayat itu dikenali sebagai Irvan Lesmana. Perjaka berusia 24 tahun, berkulit kuninglangsat, dan bertinggi 175 cmitu tengah bersinar di dunia cat walk."Menurut Dokter, luka di kepala ini karena apa?" tanya Iptu Yudha."Akibat benturan. Korban kelihatannya terkena tendangan atau pukulan keras dari sipenyerang," sambung dr. Aswin sambil menunjukkan luka memar di dada korbandan rahang kanannya."Mungkin si penyerang jago beladiri. Sebelum jatuh ke lantai,kepala korban membentur ujung bufet, lalu mengenai meja kaca. Karena banyakdarah yang keluar, korban akhirnya meninggal."Pada salah satu ujung bufet yang tajam itu memang ditemukan sedikit bercak darahyang sudah mengering."Bagaimana dengan kemungkinan kecelakaan? Si penyerang hanya melakukantindakan beladiri, misalnya," tanya Briptu Siswardoyo, anak buah Iptu Yudha Prawira."Bisa saja. Tapi melihat pintu yang dikunci dari dalam, bukan tak mungkinpembunuhan ini sudah direncanakan," kali ini Yudhayang berteori.Sejenak ketiganya sibuk dengan pikiran masing-masing. Lalu Briptu Siswardoyomendekati Iptu Yudha Prawira. "Saya menemukan ini, Komandan. Kayaknya bukanpecahan kaca, tapi batu permata," bisik Siswardoyo yang sebelumnya sempatmengumpulkan pecahan-pecahan kaca di atas karpet."Betul, ini mungkin berlian. Dimana kamu temukan?" tanya Yudha. "Tak jauh dari lokasi korban terbaring," jawabSis.69Sebelum memasukkan mayat ke dalam mobil jenazah, kedua petugas polisi itumemeriksa korban sekali lagi.Didapati korban tampak tidak memakai perhiasan apapun. Namun, pada jempol kirinya terdapat tanda putih melingkar seperti bekas cincin.Lalu di bagian ruas jempol atasnya terlihat ada luka kecil. Yudha menduga, korbanbiasa memakai cincin di jempol kiri, seperti gaya anak muda masa kini. Cincin itumungkin dilepas secara
paksa oleh si pembunuh.Dari tuturan Suwarto, si pembunuh kelihatannya mengunci pintu dari dalam, lalukeluar lewat jendela samping ruang tamu yang tidak berteralis. Ini gaya lama pelakukejahatan, agar korban tidaksegera ditemukan orang lain."Hari ini ada acara gladi resikpameran busana rancangan saya. Irvan salah satumodel dan peragawannya. Namun, sampai siang hari diatidak juga muncul.Teleponnya juga tidak diangkat-angkat. Saya jadi khawatir. Karena itu, saya lantasmenyuruh Suwarto untuk mengecek dan menjemputnya," jelas Priyo Harsono, siperancang busana, majikan Suwarto."Sudah lama Irvan bekerja dengan Anda?" selidik Yudha."Kira-kira setahun lebih. Kematiannya merupakan kehilangan besar buat saya,"jawab Priyo.Yudha kemudian membawa Suwarto untuk melakukan rekonstruksi penemuanmayat. Ketika sampai di dekatjendela tempat Suwarto masuk, Yudha berhentisejenak. Pada lantai semen dibawah jendela terlihat bekas tapak sepatu bersolkaret. Sepertinya, lantai semen itu belum kering ketikadiinjak. Mungkinkah itu jejakkaki tersangka?Tamu berjaket hitamSore harinya, ketika masih berada di rumah korban, Yudha melihat empat orangberwajah lugu mendatangi rumah itu. "Bapak-bapak ini siapa?" tanya Yudha dengannada sopan. "Saya Rahmat, dan mereka kawan-kawan saya. Kami ini tukang yangsedang merenovasi rumah ini, Pak," ujar lelaki bertubuhtinggi kurus, mewakiliteman-temannya."Kok sore begini baru datang?" tanya Briptu Sis."Hari ini sebenarnya kami libur.Kami datang cuma ingin minta gaji sama Mas Irvan," kata Rahmat."Ooo, begitu.""Kemarin, sejak siang Mas Irvan pergi. Kami tunggu sampai jam enam sore, sambilbikin adukan untuk lantai garasi, dia enggak pulang juga.""Omong-omong, lantai garasinya kok tidak langsungditutup keramik?" Yudhamengalihkan pembicaraan."Belum, Pak. Ketika mau pulang kemarin, lantainya masih basah," jawab Rahmat."Jam berapa persisnya kalianmulai menyemen?""Kira-kira jam lima.""Kalau disemen jam lima, jam berapa keringnya?"70"Harusnya pagi sudah
kering, asal malamnya tidak hujan.""Bagaimana kalau ada orang yang menginjaknya saat masih basah?""Ya, amblas, Pak!" sahut Rahmat dengan logat khas Jawa Timurnya. Yudha lalumengajak Rahmat pergi ke samping rumah Irvan."Lihat bekas tapak sepatu ini.Kira-kira, kapan lantai sepatu ini diinjak?""Mungkin tadi malam," kata Rahmat."Kamu lihat perbedaan tapak kaki kanan dan kiri?""Ya. Kayaknya cetakan kaki kanan lebih dalam dari yang kiri."Yudha diam sejenak."Apakah ada tamu cacat atau kakinya pincang yang datangselama kalianmerenovasi rumah ini?""Rasanya tidak. Memangnya kenapa, Pak?""Orang yang pincang atau cacat, misalnya kaki kiri lebihpanjang dari yang kanan,sewaktu berjalan semua beban tubuhnya tertumpu pada kaki yang lebih pendek.Jadi, kaki kanan lebih menekan ke tanah, seperti terlihat di bekas tapak ini," jelasYudha.Rahmat mengangguk-angguk."Briptu Sis, di rumah ini Irvantinggal sendirian?""Tidak, Dan. Dia tinggal bersama seorang pembantu. Tapi sudah beberapa hari inipembantunya pulang kampung.""Pak Rahmat, berapa tukang yang bekerja merenovasi rumah ini?" kata Yudha."Semuanya ada lima, termasuk saya. Yang berdiri di sana itu, Soleh, Yono, danBagyo. Satu lagi, Rajiman sedang sakit.""Bisa kami menemui dia?""Bisa, Pak. Rumahnya dekat sini, kok!"Iptu Yudha ditemani Briptu Sis, Rahmat, dan dua polisi berpakaian dinas segeraberanjak pergi. Tak jauh darirumah Irvan, ada gang kecil menuju perkampunganpadat penduduk. Di sanalah letak rumah kontrakan Rajiman."Firasat saya enggak enak, Dan," bisik Sis. Yang diajak bicara hanya menepuknepukbahu Sis. Feeling Sis kali ini tampaknya benar. Di depan rumah Rajiman,mereka mendapati sepasang sepatu kain beralas karet yang dekil lantaran semenyang sudah mulai mengering.Yudha mengetuk pintu, sementara Sis bersiaga. Rajiman yang baru bangun tidurtampak tak menyangka tamunya adalah polisi. Dia mencoba kembali menutup pintu.Tapi Yudha dengan sigap bertindak. "Rajiman! Diam di tempat! Banyak yang harus71kamu jelaskan pada kami di
kantor polisi nanti." Sejurus kemudian, tangan anakbuah Rahmat it u sudah masukjepitan borgol."Tapi Komandan, Rajiman 'kan tidak pincang," protes Briptu Sis. "Memang, tapi beratbadannya bertumpu pada kaki kanan, karena dia membawa sesuatu di tangankanannya. Dia pasti mencuri sesuatu dari rumah Irvan.""Kamu yang membunuh Irvan dan merampok barang-barangnya?" tuding Yudha,begitu mereka tiba di ruang interogasi."Ampun, Pak. Bukan saya yang membunuh," jawab Rajiman."Kalau bukan kamu, lalu siapa?""Ampun, pak. Saya tidak bohong. Tadi malam, sekitar jam sepuluh saya memang kerumah Mas Irvan, mau minta gaji. Saya sudah enggak punya duit, Pak. Darikejauhan, saya melihat seseorang keluar dari rumahitu dengan terburu-buru. Sayatak sempat mengenalinya, karena dia langsung menyetop taksi.""Lalu?""Saya ketuk pintu, tapi tidak ada jawaban. Pintunya sendiri ternyata tidak terkunci.""Kemudian kamu masuk?""Betul. Saya kaget bukan main, suasananya berantakan sekali. Meja terbalik,kacanya pecah, dan beling ada di mana-mana. Mas Irvansendiri tertelungkup didekat bufet. Saya goyang-goyangkan badannya, tapi dia enggak bergerak.""Akhirnya kamu memutuskan untuk mencuri? Tega betul kamu!""Saya kekepet, Pak. Kalau Mas Irvan mati, siapa yang bayar gaji saya? Makanyasaya ambil beberapa barang elektronik yang bisa dijual.""Lalu kamu matikan lampu, mengunci pintu dari dalam dan keluar lewat jendelasamping?"Rajiman mengangguk, kemudian tertunduk diam."Saya menceritakan yang sebenarnya, Pak. Sungguh!" sambung Rajiman."Kamu juga yang mengambil cincin berlian Irvan?""Cincin? Seingat saya, malam itu Mas Irvan tidak memakai perhiasan. Mungkinorang berjaket itu yang mengambilnya.""Orang berjaket hitam itu, laki-laki atau perempuan?""Kurang jelas, Pak.""Ingat nomor polisi taksinya?""Tidak, Pak. Saya hanya ingat warnanya, biru," tegas Rajiman."Ah, taksi warna biru 'kan banyak!"72Yudha dan Sis seperti kehabisan kata-kata. Siapa sebenarnya orang berjaket hitamyang meninggalkan rumah Irvan? Atau, ini cuma
akal-akalan Rajiman!Punya banyak pacarHari-hari berikutnya cukup membuat Yudha dan Sis frustrasi. Nyaris tak adaperkembangan berarti dari kasus yang sedang mereka tangani. Dari teman-temanIrvan, mereka hanya mendapat dua nama wanita yang belakangan dekat denganpria ganteng itu. Yang pertama Dra. Andrini, janda berumur 40-an tahun, direkturutama sebuah pabrik minuman suplemen. Ketika tahu Irvan meninggal, wanita ayuitu tampak shock."Anda sudah lama kenal Irvan?""Lumayan lama. Dia bintang iklan produk saya.""Cuma sebatas hubungan kerja, atau ...?""Atau apa?""Maaf, dari obrolan dengan beberapa orang di kantin kantor ini, saya dengar Andapunya hubungan khusus dengan ...."Wajah Andrini tampak memerah."Saya kira itu urusan pribadi saya," jawabnya ketus."Kabarnya juga, Anda sangatkecewa ketika tahu Irvan akan menikah dengan MelaniFebri," sambung Sis."Ini juga urusan pribadi. Sayatidak akan menjawabnya.""Oke, pertanyaan terakhir. Kalau boleh tahu, Sabtu lalu saat Irvan meninggal, Andaberada di mana?" tanya Yudha."Saya memang tidak di rumahsejak jam dua siang. Ada urusan yang tak bisa sayaceritakan kepada Anda!"Yudha dan Sis tertegun. Tak banyak yang bisa dikorek dari direktris ketus ini. Karenaitu, mereka akhirnya memutuskan mendatangi wanita kedua yang disebut-sebutsebagai pacar sekaligus calon istri Irvan, Melani Febri."Wah, sudah punya calon istri, masih juga selingkuh dengan tante-tante," komentarSis, dalam perjalanan menujurumah Melani."Aku berani bertaruh, kalau kamu jadi Irvan, mungkin kamu lebih playboy dari dia,"kata Yudha.Pekarangan rumah Melani tampak luas. Di dekat garasi ada lapangan bulu tangkisyang cukup terawat. Melani sendiri baru berusia 23 tahun. Tubuh bintang iklansampo itu sungguh atletis. Kulitnya yang hitam manis menambah cantik penampilanmodel yang tengah menanjak kariernya itu. Setelah berbasa-basi, Yudha dan Sislangsung menanyai Melani soal calon suaminya itu."Anda mengenal Irvan dengan baik, Melani?"73"Hmm, orangnya sedikit
tertutup dan susah ditebak. Tapi pada dasarnya dia orangbaik. Kadang terlihat seperti menyimpan masalah, ta pi setiap ditanya, selalumenghindar. Sabtu lalu, dia janji mau mengantar saya jalan-jalan ke mal, tapi sampaimalam enggak ada kabar. Tahu-tahu, saya mendapat kabar ...," tutur Melani tanpabisa melanjutkan kata-katanya."Kabarnya, hubungan kalian tidak direstui keluarga Anda?""Ya. Tapi kami bertekad membuktikan, semua prasangka itu salah.""Prasangka bahwa Irvan itu seorang playboy?""Ya. Salah satunya.""Kamu tahu Irvan punya wanita idaman lain?""Pernah dengar, tapi saya menganggap itu cuma gosip.""Bagaimana kalau ternyata benar?""Keluarga saya akan membunuhnya.""Membunuh Irvan?""Sudahlah, saya tetap yakin, semua itu gosip."Jawaban Melani membuat
Yudha bak berada di persimpangan jalan. Polisi denganjam terbang tinggi dalam menangani kasus-kasus pembunuhan ini menyadari,persoalannya ternyata tak sesederhana seperti yang dibayangkan sebelumnya.Apalagi setelah datang laporan terakhir dari Briptu Ikhsan. Selain memastikan bahwapenggumpalan darah di otak sebagai penyebab kematian Irvan, laporan itu jugamenyebut, lelaki ganteng itu sering disodomi."Jadi, dia seorang biseksual?" tegas Sis."Ingat cerita Andrini dan Melani tentang cincin emas bermata berlian milik Irvan?"sambung Yudha."Maksud Komandan?""Mereka bilang, cincin yang hilang itu kado dari Rio, saat Irvan berulang tahunbeberapa bulan sebelum peristiwa ini. Jika seseorang memberi kamu cincin berlian,apa artinya, Sis?"Briptu Sis tersenyum penuh arti."Rio yang tergila-gila pada Irvan mungkin kecewa begitu tahu 'pacarnya' berencanamenikah dengan Melani. Lalu dia bermaksud mengambil kembali cincin berlian itu.""Masuk akal juga!" seru Yudha.74Mabuk-mabukan di klubTanpa membuang waktu, Yudha dan Sis tancap gas kerumah Rio Titan, yang tidaklain adalah manajer Irvan. Nama Rio sering disebut-sebut Priyo Harsono, Andrini,maupun Melani. Namun, baru kali ini duo polisi itu berniat menanyainya.Rio yang tinggal di sebuah kawasan elite berperawakan tinggi, berkulit bersih,dengan kumis tipis. Mengingatkan pada bintang pop Hollywood tahun lima puluhan,Robert Taylor. Tapi, ketika berbicara, suaranya sangat lembut, bahkan terkesankemayu."Kok sepi," Iptu Yudha membuka percakapan."Ya, anak dan istri saya sedang di rumah mertua," jawab Rio dengan suara agakserak."Anda sudah mendengar berita kematian Irvan, 'kan?""Kasihan anak itu," jawab Riodatar."Sebagai manajer, Anda pernah berselisih paham dengan almarhum?""Pertengkaran serius, rasanya belum pernah. Sudahseminggu ini saya tidak ketemudia. Mungkin sibuk ngurus pacarnya, tuh," ada nada cemburu dari getar suara Rio."Oh, ya, saat kematian Irvan,Anda ada di mana?""Di klub. Kalau enggak percaya, tanya aja manajer
klubnya," seru Rio sembarimenyodorkan sebuah kartu nama.Dari luar Klub Malam "S" yangdisebut Rio tampak sepi. Tapiternyata di dalamnyalumayan ramai. Semua pengunjungnya laki-laki."Komandan, sepertinya kita salahmasuk. Orang-orang di sini semuanya mirip Rio," bisik Sis. Yudha tersenyum kecut,menyadari mereka ternyata masuk ke tempat gaulnya kaum gay.Sayoga, manajer klub malam itu membenarkan Rio dan kawan-kawannya padaSabtu malam lalu memang berkumpul di klub malamnya."Mereka bahkan mabukmabukansampai pagi," terang Sayoga."Rio biasa mabuk di sini?" selidik Yudha."Wah, dia sih jarang mabuk. Setahu saya, dia sedang punya persoalan dengangebetan barunya, model ganteng yang sedang naik daun. Katanya sih mau ditinggalkawin."Yudha manggut-manggut. Model yang dimaksud Sayogapasti Irvan Lesmana."Tapi Rio 'kan sudah punya anak dan istri?""Bapak kayak enggak tahu aja," sahut Sayoga manja, sebelum ngeloyor pergi,meninggalkan Yudha dan Sis yang diam terbengong.Dua hari kemudian, tepat sembilan hari setelah kematian Irvan Lesmana, Yudhamasih belum memperoleh bukti-bukti yang langsung mengarah pada tersangka.Namun, dia masih menunggu informasi dari beberapa perusahaan taksi yangdihubunginya beberapa hari lalu. Sudah dua perusahaan"taksi biru" yang memberiketerangan. "Masih ada satu lagi, Komandan. Katanya, maumemberi kabar siangini," ujar Briptu Ikhsan.75Siangnya, sekitar pukul 12.00, Ir. Supangat, direktur operasi perusahaan taksi"TS"menelepon. "Sepertinya, kamimempunyai data penumpang yang cocok dengangambaran Anda," urai Supangat. "Jam dan tempatnya juga pas. Menurut sopirnya,Bustaman, penumpangnya perempuan berbadan besar. Rambutnya dipotong modellaki-laki, memakai celana jinsdan jaket hitam. Dia naik dari Jln. Mawar Jingga danturun di Jln. Jeruk Nipis. Rumahnya besar, di depannya ada pohon sawo kecik,"terang Supangat.Sis yang ikut mendengarkan dari telepon lain kontan tersentak."Itu 'kan rumahnya Rio Titan, Komandan!""Kamu yakin, Sis?""Cuma ada satu pohon sawo
kecik di perumahan mewah itu," tegas Sis.Yudha menutup gagang telepon. Setelah itu, dia memberi isyarat pada Sis. "Kerumah Rio, Dan?" tanya Sis. Belum sempat Yudha menjawab, seorang lelaki tampaktergopoh-gopoh menghampirikeduanya. "Pak Rio! Kami baru mau ke rumah Anda,"ujar Yudha tanpa tedeng aling-aling. Wajah Rio tampakpucat, napasnya tersengalsengal.Sebelum berbicara, sempat terpancar keraguan di matanya."Saya menemukan ini di kotakperhiasan Maharani. Cincin inisaya berikan padaIrvan beberapa bulan lalu, entah mengapa bisa berada di tangan istri saya," ceritaRio akhirnya."Cincin bermata tiga, dengan satu berlian terlepas dari tempatnya?" tegas Sis.Rio mengangguk."Apakah istri Anda bertubuh besar dengan potongan rambut mirip laki-laki?"Lagi-lagi Rio mengangguk. Matanya tampak mulai basah."Dia bisa olahraga beladiri?""Istri saya pelatih taekwondo."Yudha dan Sis saling berpandangan. Bersama dua mobil patroli, mereka menjemputMaharani. Mulanya dia menyangkal membunuh Irvan.Tapi setelah didesak dengankesaksian Rajiman, sopir taksi, dan barang bukti cincinbermata berlian, wanita galakitu akhirnya takluk. "Saya marah melihat hubungan mereka yang tidak normal.Apalagi Rio sampai memberikan cincin semahal itupada Irvan," akunya.Sekali lagi Yudha dan Sis saling berpandangan.